JAKARTA, (PRLM).- Menteri
Ketenagakerjaan Muhammad
Hanif Dhakiri medukung instruksi
Presiden Joko Widodo yang
berencana menghapus Kartu
Tenaga Kerja Luar Negeri
(KTKLN) karena menurut
laporan TKI dijadikan alat
pemerasan. Pihaknya, segera
menindaklajuti hal itu dengan
mencari beberapa opsi untuk
proses pendataan TKI yang
bekerja di luar negeri.
“Pak presiden minta KTKLN
dicabut ya kami cabut, Cuma
pertanyaannya adalah
bagaimana dengan proses
penempatan TKI yang sedang
berlangsung, Nah kita mem-
follow up apa yang disampaikan
pak presiden kepada buruh
migrant tersebut,” kata Hanif
dalam keterangannya, di Jakarta,
Selasa (2/12/2014).
Seperti diketahui, keputusan
penghapusan KTKLN itu
terungkap melalui telekonferensi
antara Presiden Jokowi dengan
perwakilan TKI di sejumlah
negara.
Jokowi dan para menteri
mendengarkan keluhan para
TKI. Kepada seorang TKI di Mesir
yang mengeluhkan pungli di
bandara, Jokowi meminta dia
untuk mencatat nama oknum
bandara dan melaporkan
kepada Jokowi jika menemukan
adanya pungli.
Salah satu opsi yang ditawarkan
adalah integrasi seluruh data
dan informasi TKI yang selama
ini yang tercantum KTKLN
dengan barcode yang ada dalam
pasport. Integrasi data ini akan
memudahkan pencarian data-
data TKI yang dibutuhkan.
Menurut Hanif, rencana Presiden
untuk menghapusan KTKLN
termasuk salah satu pilihan yang
tepat dan cepat terkait solusi
terhadap persoalan buruh
migrant. Oleh karena itu, segera
disiapkan beberapa opsi yang
mungkin diterapkan dalam
waktu cepat.
“Kita siapkan terobosan-
terobosannya. Mungkin dengan
cara mengintegrasikan data-data
TKI yang ada di KTKLN itu
dengan passport. Passportnya
dikasih semacam barcode nanti
tinggal discan sehingga bisa
terlihat data mereka yang ada di
KTKLN, data proses penempatan
mereka, di mana mereka dilatih
dan lain-lain,” kata Hanif.
Namun, masalahnya saat ini ini
data-data berupa identitas,
medical check up dan data
lainnya hanya bisa dilihat di
BNP2TKI. Dengan adanya
integrasi antara paspor dan
KTKLN, maka nantinya hanya
cukup membawa sebuah kartu
yang bisa discan dan terbacalah
semua data-datanya.
“Permasalahannya alat itu
(scaner) tidak semua ada di KBRI
kita, sehingga akhirnya mereka
harus kembali lagi ke dalam
negeri dan mendatangi BNP2TKI
untuk melihat data itu, padahal
kalau begitukan tidak perlu pake
kartu juga bisa tidak di-searching
saja nama dia nanti juga muncul.
Sangat wajar jika buruh migran
kita mempertanyakan hal itu,”
jelas Hanif.
Dia menambahkan, selama ini
ada laporan yang diterima dari
masyarakat tentang KTKLN yang
menjadi salah satu bentuk
kerawanan yang memancing
munculnya pungli-pungli
terutama di bandara.
“Selama ini laporan yang kita
terima adanya kartu ini
menimbulkan kerawanan pungli
di bandara, sehingga mereka
(TKI) yang sudah siap berangkat
dan tidak memiliki kartu harus
dibuat di bandara. Di saat itu
ada oknum yang memanfaatkan
dengan membyar Rp 300 sampai
500 ribu,” kata Hanif.
Dikatakan, opsi integrasi data
KTKLN dengan sistem barcode
hanya salah satu. “Tentu kita
masih akan gali lagi opsi-opsi
yang lain, saya kita ini juga opsi
yang baik yang sementara ini
terlintas dalam pikiran saya dan
kalau ini bisa menjadi opsi kita
nanti minta pada BNP2TKI
melakukan kajian terhadap opsi
tersebut,” katanya. (Satrio
Widianto/A-89)***
Via pikiran-rakyat.com
PuTar Video
Diskusi
Belum ada komentar.